ASPEK TUMPEK PENGATAG SEBAGAI WUJUD KASIH
TERHADAP TUMBUH –
TUMBUHAN
Oleh :
Anak Agung Istri Dwi Kencanawati
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Upacara-upacara keagamaan di Bali, khususnya upacara Tumpek
membawa misi pelestarian lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan
budaya. Pelestarian lingkungan alam ditujukan untuk keselamatan bumi pertiwi, tumbuh-tumbuhan
dan binatang di dalamnya, selanjutnya pelestarian lingkungan budaya ditujukan
antara lain kepada benda-benda seni seperti gamelan, wayang dan lain
sebagainya. Upacara-upacara yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup
ini disebut upacara Bhuta Yajna dengan berbagai jenis atau tingkatannya. Tumpek wariga yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wariga,
membawa makna kepada kita semua atau kepada seluruh masyarakat sosial agar
selalu memperhatikan kelestarian lingkungan, terutama pada tumbuh-tumbuhan yang
telah mampu menopang kehidupan manusia.
Tumpek Pengatag atau lebih dikenal dengan Tumpek Uduh merupakan salah satu perayaan umat Hindu Dharma di Bali sebagai persembahan suci yang khusus ditujukan untuk menghormati semua jenis tumbuh-tumbuhan. Kegiatan ritual menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan, dengan kekhususan “bubuh sumsum”, yakni bubur dari tepung ketan yang diberi warna hijau alami dari daun kayu sugih, ditaburi dengan parutan kelapa dan diberi gula merah. Tumpek Uduh dirayakan umat Hindu setiap hari Sabtu wuku Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali, yang dilaksanakan di ladang, sawah, dan pekarangan masing-masing. Namun saat ini sedikitnya keberadaan lahan hijau menjadi kendala dalam perayaan Tumpek Pengatag, dimana hal tersebut berpengaruh terhadap sedikitnya penanaman pohon atau sedikitnya keberadaan pohon menyebabkan perayaan Tumpek Pengatag hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat saja atau dapat dikatakan hanya orang – orang yang memiliki tanaman saja yang melakukan ritual tersebut.
Tumpek Pengatag atau lebih dikenal dengan Tumpek Uduh merupakan salah satu perayaan umat Hindu Dharma di Bali sebagai persembahan suci yang khusus ditujukan untuk menghormati semua jenis tumbuh-tumbuhan. Kegiatan ritual menggunakan kelengkapan sarana banten, rangkaian janur kombinasi bunga dan buah-buahan, dengan kekhususan “bubuh sumsum”, yakni bubur dari tepung ketan yang diberi warna hijau alami dari daun kayu sugih, ditaburi dengan parutan kelapa dan diberi gula merah. Tumpek Uduh dirayakan umat Hindu setiap hari Sabtu wuku Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali, yang dilaksanakan di ladang, sawah, dan pekarangan masing-masing. Namun saat ini sedikitnya keberadaan lahan hijau menjadi kendala dalam perayaan Tumpek Pengatag, dimana hal tersebut berpengaruh terhadap sedikitnya penanaman pohon atau sedikitnya keberadaan pohon menyebabkan perayaan Tumpek Pengatag hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat saja atau dapat dikatakan hanya orang – orang yang memiliki tanaman saja yang melakukan ritual tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Tumpek pengadag
dipandang dalam aspek Budaya, Ekologi,
Sosial, dan Ekonomi.
1.2.2 Kurangnya
keberadaan lahan hijau sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap pelaksanaan
tumpek pengatag.
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Memberikan
pandangan singkat mengenai tumpek pengatag yang dipandang dari aspek Budaya,
Ekologi, Sosial, dan Ekonomi.
1.3.2 Memberitahu
pembaca untuk turut serta dalam mendukung penyediaan tempat sebagai lahan
pertanian guna dalam pelestarian lingkungan terutama tumbuh- tumbuhan.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk memberikan sumbangan pemikiran
kepada pemerintah dan masyarakat akan
pentingnya penyediaan lahan pertanian
sebagai wujud pelestarian lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.2.1. Tumpek
pengadag dipandang dalam aspek Budaya,
Ekologi,
Sosial, dan Ekonomi.
ASPEK BUDAYA
Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Pengatag dikenal juga
sebagai Tumpek Wariga, Tumpek Uduh, dan Tumpek Bubuh.Menurut Susastra Bali yang
menyebabkan tumbuh – tumbuhan hidup dan memberi hasil kepada manusia adalah
Hyang Sangkara, karenanya ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara
dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh – tumbuhan dengan
menggunakan kelengkapan sarana banten dengan rangkaian janur kombinasi antara
bunga dan buah – buahan. Di daerah tempat tinggal saya biasanya Banten tersebut berupa Tipat Ajengan (berisi buah,
jajanan, dan disertai canang diatasnya), Suyuk (Rangkaian janur yang diisi
“Bubur Sumsum”), dan Tanduk Mayong. Pada perayaan ini baik itu petani ataupun
Ibu – ibu rumah tangga berbondong – bondong kesawah atau ke pekarangan sekitar
rumah membawa sarana banten yang telah disediakan tersebut. Pada
Saat melakukan Upacara ini biasanya
melantunkan sahe, seperti mantra tetapi bukan mantra. Bunyinya seperti
ini : “ Kaki-kaki buin selai lemeng Galungane mangde mebuah ngeed,
ngeed ngeed “. Seperti itu kira kira komat kamit yang diucapkan saat menghaturkan sesajen, hal
itu bermaksa apabila hari raya
galungan datang agar pohon tersebut berbuah atau berbunga banyak.
Dengan demikian, sejatinya, perayaan hari Tumpek Pengatag
memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam
dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada
Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada
tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup
umat manusia.
ASPEK EKOLOGI
Tumbuh-tumbuhan
telah memberikan banyak manfaat bagi umat manusia. Tumbuh-tumbuhan memberikan
prana berupa oksigen, keteduhan, perlindungan dan sumber makanan bagi manusia.
Bahkan, dalam Canakya Nitisastra dan sumber-sumber lainnya disebutkan,
sesungguhnya hidup manusia dengan lingkungan saling mengisi atau saling
melengkapi yang dikenal dengan istilah simbiosis mutualisme. Jika lingkungan mengalami disharmoni,
tentu akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Misalnya, jika hutan
yang tersedia mengalami kegundulan akibat adanya penebangan liar, maka uap air
sebagai cikal bakal hujan tidak akan bisa menghendap. Demikian juga bila
terjadi hujan lebat, akan terjadi banjir besar karena tidak ada pohon yang
menahan air. Dikatakan, ditinjau dari nuansa religius spiritual,
tumbuh-tumbuhan adalah evolusi lebih awal dari kehidupan manusia. Ditinjau dari
kebutuhan manusia akan makanan, tumbuh-tumbuhan telah memberi penghidupan.
ASPEK SOSIAL
Sesungguhnya, perayaan Tumpek Pengatag adalah salah satu komponen penting
dalam mengajegkan konsep Tri Hita Karana. Unsur penting dalam konsep itu
adalah hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya (dalam kaitan ini
hubungan manusia dengan tumbuh - tumbuhan). Jika dipandang dari aspek sosial
dalam konsep Tri Hita Karana yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan
manusia juga dapat dikaitkan dimana hampir semua umat Hindu melaksanakan
perayaan Tumpek Pengatag, dimana dalam perayaan ini semua orang memiliki tujuan
yang sama yaitu berterimakasih atas hasil bumi yang telah dilimpahi dan
berharap hal tersebut akan terus berkelanjutan demi kerukunan seluruh umat Bali
khususnya.
ASPEK EKONOMI
Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber
dari tumbuh – tumbuhan, mulai dari sandang, pangan, dan papan. Dalam persiapan
upakara dalam perayaan hari besar umat hindu pun sebagian besar sarana – sarana
banten tersebut berasal dari tumbuh – tumbuhan seperti janur, bunga, dan buah.
Maka dari itu perayaan Tumpek Pengatag dimaknai sebagai ucapan terimakasih atas
limpahan hasil yang telah diberikan sehingga hasil tersebut dapat dijual untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat membantu perekonomian masyarakat.
1.2.2. Kurangnya keberadaan lahan hijau berpengaruh
terhadap pelaksanaan tumpek pengatag.
Salah
satu yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Tumpek Pengatag yaitu kurangnya
lahan hijau seperti misalnya di daerah Denpasar. Mengingat Bali merupakan
daerah Wisata, sehingga menjadi konsekuensi dari semakin banyaknya wisatawan
yang berkunjung ke Bali menuntut adanya hotel, restoran, dan prasarana
pendukung pariwisata lainnya.
Kondisi tersebut mengakibatkan
terjadinya persaingan yang cukup ketat dalam penggunaan lahan untuk kepentingan
pariwisata ataupun bidang pertanian. Luas lahan pertanian menyusut setiap
tahunnya, berkisar 700-800 hektar. Seperti
misalnya sawah yang tadinya sebagai tempat para petani untuk menanan Tanaman
kini telah banyak dibangun Villa, Restoran, maupun Hotel.
Kurangnya lahan hijau berarti kurang juga tanaman yang berpenghasilan untuk
ditaman, jadi semakin sedikit tanaman yang ditanam maka akan semakin sedikit
pula masyarakat yang melaksanakan Tumpek Pengatag. Selain berpengaruh pada
perayaan Tumpek, hal ini juga sangat berpengaruh pada kebutuhan hidup manusia,
karena jika lingkungan khususnya tumbuh-tumbuhan secara kuantitas dan kualitas
tidak sesuai dengan kebutuhan maka manusia akan menjadi sangat menderita. Oleh
karena itu masyarakat harus memberikan dukungan sepenuhnya kepada petani.
Selain itu pemerintah juga harus lebih memperhatikan keseimbangan untuk
ketersediaan lahan hijau. Tidak hanya itu Umat manusia, termasuk para pegawai, mesti
sadar bahwa mereka juga hidup karena tumbuh-tumbuhan, kendati
untuk membeli buah, sayur dan beras, mereka cukup menyediakan uang dari hasil
kerja para petani, ada baiknya kita semua turut serta dan membiasakan diri
untuk menanam tanaman baik itu dilingkungan sekitar rumah atau dimanapun.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Tumpek pengatag merupakan persembahan suci
yang khusus ditujukan untuk menghormati semua jenis tumbuh-tumbuhan. Dipandang dari aspek sosial , hampir
semua umat hindu melaksanakan tumpek pengatag. Perayaan tersebut memberi makna kepada
kita semua agar selalu memperhatikan kelestarian lingkungan, terutama pada
tumbuh-tumbuhan yang telah mampu menopang kehidupan manusia apabila hal
tersebut dipandang dari asapek ekologi. Dari aspek ekonomi hampir seluruh
kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan,
sandang hingga papan, Dengan
demikian keberadaan tumbuh-tumbuhan di alam, tidak hanya memberi hidup dan
manfaat bagi umat manusia, namun juga memberikan kehidupan terhadap berbagai
jenis makluk hidup lainnya. Selain itu penyediaan lahan hijau sangat diperlukan
terutama di daerah pariwisata seperti denpasar, mengingat kurangnya lahan hijau
berarti berkurang juga tanaman yang berpenghasilan, untuk itu selain
menyediakan lahan , perlu diadakan juga konservasi tanaman yang berpenghasilan
seperti buah- buahan yang bagi kita semua itu merupakan suatu kebutuhan hidup,
karena semakin banyaknya pohon berpenghasilan yang ditanam maka tradisi
perayaan Tumpek Pengatag akan terus berkelanjutan hingga nanti. Karenanya, akan
menjadi menawan, bila Tumpek Pengatag tak semata diisi dengan menghaturkan
banten pengatag kepada pepohonan,
tapi juga diwujud-nyatakan dengan menanam pohon. serta menghentikan tindakan
merusak alam lingkungan. Dengan begitu, Tumpek Pengatag yang memang dilandasi
kesadaran pikir visioner menjadi sebuah perayaan Hari Bumi yang paripurna.
Saran
Diharapkan kepada pemerintah
agar lebih tegas dalam penyediaan lahan hijau, dan untuk masyarakat baik itu
mahasiswa agar lebih antusias dalam pengadaan dan penginformasian tentang konservasi
tanaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar